Oleh: Khairul Umam
Allah berfirman dalam Al-quraan Sungguh kami telah ciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS> At-tin ayat: 4). Jika
dibandingkan dengan mahluk allah yang lain maka manusia menduduki posisi
tertinggi. Sehingga alangkah buruknya jika misalkan posisi tersebut diabaikan
oleh manusia.
Setiap manusia pasti punya cita-cita cemerlang untuk menjadi yang
terbaik. Namun banyak manusia berlomba-lomba menjadi yang terbaik hanya
dihadapan manusia. Padahal tuntutan kita adalah menjadi yang terbaik dihadapan
Allah dan manusia.
Ukuran terbaik dihadapan allah adalah dilihat dari aspek ketaqwaannya,
sebagaimana firmannya Sesungguhnya paling mulianya kalian disisi allah
adalah ketaqwaan kalian, semakin manusia itu taqwa dalam arti menjalankan
apa yang allah perintah dan menjauhi apa yang dilarang maka disitulah puncak
kemulyaan manusia. Namun jika sebaliknya, maka manusia tak ubahnya seperti
makhluk allah yang lainya. Yang tak punya otak untuk berfikir dan tak punya
hati untuk merasakan. Sehingga kehidupannya kelam dipenuhi dengan kemaksiatan
dan bahkan tak kenal rasa malu sedikitpun.
Sedangkan ukuran terbaik dihadapan manusia adalah hanya dilihat
dari kacamata dunia, punya uang banyak, jabatan tinggi, istri cantik dll.
Sehingga pada aspek ini manusia sudah mulai mencoba mencari pengakuan dari
masyaraka kedudukan yang tinggi, wibawa yang besar, dan mungkin ketenaran sehingga
ia dapat merasakan kebahagiaan. Ironisnya, ketika banyak orang sudah mencapai
tingkatan ini, mereka justru hidup dalam kekhawatiran. Khawatir kedudukannya
diduduki orang lain, khawatir hartanya dirampok orang, khawatir dengan segala
apa yang dimiliki sehingga akan sangat mudah menjerumuskan manusia pada
kehancuran.
Pada tulisan ini penulis akan sedikit memaparkan tentang bagaimana
agar kita menjadi khairo ummah?
Bermanfaat bagi yang lain.
Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik manusia diantaramu
adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” Kita akan tercatatan
sebagai manusia yang baik pabila keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Mempunyai
sikap ringan tangan, suka menolong, berbagi, bershadaqoh, membantu yang lemah,
selalu mengingatkan orang lain pada kebaikan, sehingga Masyarakat akan merasa
kehilangan jika kita tidak ada disisi mereka.
Ilmu, harta, jabatan, bahkan kekayaan yang kita punya tidak akan
berarti jika kita tidak mampu mengelola dengan baik. jadikanlah semua itu
sebagai investasi kekayaan kita baik di dunia maupun di akhirat, sehingga kelak
nanti di akhirat kita layak untuk meminta
hak kita sebagai hamba allah.
Ketika seseorang mencoba menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang
lain dia akan merasakan indahnya kehidupan ini. Namun Ironisnya, kebanyakan
manusia tidak sadar hal ini. padahal puncak kebahagiaan itu ketika seseorang
dapat bermanfaat bagi dirinya, orang lain, lingkungannya bahkan nusa dan
bangsa.
Alkisah, seorang ibu bersedih hati karena persoalan yang ia hadapi. Ia
kemudian mendatangi orang bijak untuk mengkonsultasikan seputar
permasalahannya, dan mulailah ia bercerita tentang permasalahannya.
Setelah sang ibu bercerita, orang bijak itu bertanya, “Apa yang kurang dari
ibu? Ibu mempunyai keluarga yang lengkap, pekerjaan yang berharga, rumah,
mobil, harta yang berlimpah yang tidak semua orang memiliki apa yang ibu
miliki. Lantas apa yang membuat ibu bersedih?” lanjut orang bijak itu.
“Saya juga tidak mengerti kenapa saya tidak dapat merasakan
kebahagiaan padahal saya sudah mendapatkan segalanya,” jawab ibu itu. kemudian
orang bijak tersebut berkata “Ibu tidak akan mendapatkan kebahagiaan ketika ibu
mencari kebahagiaan, tetapi ibu akan mendapatkan kebahagiaan ketika ibu membagi
kebahagiaan itu,” nasehat orang bijak tersebut.
“Maksudnya ?” tanya ibu tidak paham.
“Ibu mencari harta agar ibu bahagia, mencari pangkat agar bahagia,
melakukan hal yang menyenangkan agar bahagia, tapi apakah ibu mendapatkan kebahagiaan?
Cobalah bagi harta ibu dengan orang-orang yang lebih membutuhkan, dengan mereka
yang hidup di pinggir sungai, di pinggir rel, dengan tetangga yang tidak dapat
menyekolahkan anaknya, yang kesulitan mencari sesuap nasi, untuk anak jalanan
yang seharusnya mempunyai hak sekolah, untuk anak-anak cacat yang membutuhkan
penghidupan yang layak. Ketika ibu melakukan hal itu, Insya Allah ibu akan
mendapatkan kebahagiaan,” tutur orang bijak itu. Jabbar
Sambudi, ww.majalahgontor.net
Seminggu kemudian raut wajah ibu itu berubah. Ia merasakan
kebahagiaan yang selama ini belum pernah ia rasakan. Ia melakukan semua apa
yang telah diberitahukan oleh orang bijak itu. Sungguh benar apa yang dikatakan
oleh orang bijak itu:
Anda tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan ketika Anda mencari
kebahagiaan, tapi Anda akan mendapatkan kebahagiaan ketika Anda mau membagi
kebahagiaan tersebut.
Dari cerita di atas kita bisa mengerti bahwa kebahagiaan dapat dicapai ketika kita dapat bermanfaat untuk orang lain. Kebahagiaan bukan diukur dari harta yang dihasilkan, pangkat yang diduduki, atau prestasi yang diraih, tapi diukur dari seberapa besar kita mau membagi kebahagiaan itu kepada orang lain, yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.
Dari cerita di atas kita bisa mengerti bahwa kebahagiaan dapat dicapai ketika kita dapat bermanfaat untuk orang lain. Kebahagiaan bukan diukur dari harta yang dihasilkan, pangkat yang diduduki, atau prestasi yang diraih, tapi diukur dari seberapa besar kita mau membagi kebahagiaan itu kepada orang lain, yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.
Dalam mahfudzat -nya disebutkan, khoirunnasi ahsanuhum khuluqon wa
anfauhum linnasi. Yang artinya, “Sebaik-baik manusia ialah yang paling baik
budi pekertinya dan paling bermanfaat bagi orang lain” Budi pekerti adalah
nilai yang sangat dijunjung dalam masyarakat. Karena itu, untuk menjadi sebaik-baik
manusia tidaklah cukup menjadi orang yang paling baik budi pekertinya, tetapi
ia juga harus bermanfaat.
Amar ma’ruf nahi mungkar
Dalam Al-qura’an dijelaskan “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan bagi manusia, kalian menyuruh ( berbuat ) kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan kalian beriman kepada Allah.” ( QS Ali ‘Imran 110). Diantara tugas kita selaku hamba allah dan khalifatullah di muka bumi ini yaitu senantiasa mengingatkan orang lain agar berbuat baik dan mencegah pada perbuatan mungkar.
Seruan ini sangat penting untuk kita tegakkan sebab ini kaitannya
dengan pertama masalah kemaslahatan, masih banyak masyarakat yang masih
membutuhkan pencerahan terkait dengan masalah keagamaan yang mana mereka masih
belum tersentuh sama sekali dengan
terangnya lampu-lampu keislaman. Masih banyak masyarakat yang masih belum tahu
tentang hukum halal,haram, makruh, mubah dan sunnahnya suatu perbuatan.
Begitu amat pentingnya seruan ini sehingga allah menggambar bagi
orang yang tidak menegakkan seruan ini tergolong sebagai orang yang rugi,
sebagaiamana firman allah dalam surat al-ashar. Demi masa sesungguhnya
manusia dalam keadaan rugi melainkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh dalan saling mengingatkan pada kebenaran dan saling mengingatkan pada
kesabaran. Lantas siapa lagi yang akan mengingatkan? Kalau bukan kita
selaku orang yang diamanahi sedikit ilmu oleh allah.
Orang yang belajar dan mengajarkan
Al-quraan
Sebagai mana sabda rosulullah dalam hadistnya “sebaik-baik
kalian adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al-quraan(HR. Bukhari)”
hadist di atas sudah cukup sering kita dengarkan. semua sepakat. itulah formula yang dapat
mengangkat umat islam dari ketertinggalannya, dan mengantarkan mereka pada
suatu kebangkitan yang didambakannya. Namun pertanyaannya sekarang, sudah
seberapa jauhkan umat islam memahami Al-quraan? Dan sudahkah umat islam
–mengamalkan- Al-quraan? Tanpa pemahaman dan pengalaman yang benar. maka label
sebaik-baik manusia itu tidak akan berarti apa-apa, kualitas khoiru ummah akan
sirna.
Gerbang utama untuk mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat adalah
dengan ilmu sedangkan ilmu yang paling
utama adalah mempelajari AlQur’an dan mempelajari makna-makna yang terkandung
di dalam AlQur’an, serta mengamalkan ilmu tersebut, bukan hanya hafalan yang
kosong dari pemahaman maknanya.
Keutamaan majelis ta’lim AlQur’an, dan yang
menguatkan hal ini adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“tidaklah suatu kaum berkumpul dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah
Ta’ala -yang mereka membaca AlQur’an dan mengkaji makna-makna di dalamnya di
antara sesama mereka-, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan
rahmat yang meliputi mereka, para Malaikat akan menaungi mereka dan Allah
Ta’ala akan menyebut nama-nama mereka di sisi-Nya.” (HR. Abu Dawwud, dari
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu).
Mempelajari AlQur’an dan mengajarkannya di
mesjid-mesjid adalah amalan mutawwatir yang terus diamalkan kaum muslimin dari
satu generasi ke generasi lainnya, bersamaan dengan perbedaan zaman-zaman
mereka dan berjauhannya kota-kota mereka. Termasuk saksi dari generasi awwal
terhadap masalah ini adalah perkataan Suwaid ibni ‘Abdil’Aziiz: “adalah
dahulu Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu jika selesai melaksanakan shalat
shubuh di mesjid jami Damaskus, beliau
mengumpulkan manusia untuk membaca AlQur’an. Maka beliau membuat
kelompok-kelompok dengan 10-orang tiap kelompoknya, dan disetiap kelompok tadi
ada satu orang yang memimpin , yakni yang paling pandai membaca di kelompok
tersebut. Dan sementara beliau berdiri di mihrab dan terus memantau dengan
pandangannya. Maka jika salah seorang di antara mereka salah dalam qira’ahnya,
mereka menyerahkan perkaranya kepada pemimpin kelompok tadi, dan apabila si
pemimpin kelompok tadi juga jatuh dalam kesalahan, maka mereka menyerahkan
perkaranya kepada Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu untuk ditanyakan tentang
perkara tersebut. Adalah Ibnu ‘Amir salah seorang pemimpin kelompok yang
mempunyai anggota 10-orang tadi –demikian dikatakan oleh Suwaid ibni
‘Abdil’Aziiz- maka ketika Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu wafat, beliau
digantikan oleh Ibnu ‘Amir”.
Oleh karena itu mari kita jadikan alquraan sebagai petunjuk bagi
hidup dan kehidupan kita. Raihlah kebahagian hidup dengan al-quraan, sehingga
ketika hidup dan kehidupan kita sejalan dengan rambu-rambu yang ada dalam
al-quraan maka layak bagi kita untuk mendapatkan predikat khairo umma dan
muttaqin. Wallahu a’lam
Penulis adalah
alumni Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-haqim
Dan tinggal di:
http//best-umam.blogspot.com ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar